.::<> Menanti Bintang Jatuh <>::.

All about My Life...

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Kamis, 12 Maret 2009

ARE YOU READY FOR THIS ?

Diposting oleh HeyL aBduL AziZ


Mencoba untuk mengenang lagi perjalanan panjang yang telah kita lewati selama ini membawa kita kembali pada titik awal perjuangan kita. Sejauh mana selama ini kita telah berlari, sejauh mana pemikiran yang telah kita bentuk, dan seberapa jauh sudut pandang yang telah kita bentuk dalam perjalanan panjang kita. Sudahkah kita menjadi dewasa oleh pemikiran kita selama ini, sudah luaskah sudut pandang kita dalam menyikapi sesuatu. Tidak mudah untuk menerima sesuatu yang sebenarnya sangat tidak kita sukai, sulit sekali untuk menerima pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran kita. Mengapa semua itu bisa menjadi demikian? Semua terjadi karena kita terlalu menonjolkan ego kita sebagai manusia yang tidak pernah mau dikalahkan meskipun kita tidak punya kekuatan sedikitpun untuk menjadi pemenang. Saat itulah waktu yang tepat untuk menyebut diri kita sebagai orang yang bodoh, orang yang tidak ingin maju dan terjebak oleh kemunduran. Kenapa? Karena kita telah mengkerdilkan pemikiran kita, dan menyempitkan sudut pandang kita sendiri. Orang-orang yang punya kemauan untuk maju adalah orang yang mau mendengarkan pendapat orang lain. Orang yang maju adalah orang punya keberanian untuk bisa menerima pemikiran orang lain dengan pandangan yang logis. Sudut pandang yang logis adalah bagaimana kita bisa menerima pemikiran orang dengan kemampuan untuk mencerna semuanya terlebih dahulu, bukan langsung menelannya secara bulat. Jika kita langsung menerima pemikiran orang secara bulat tanpa bisa mencernanya terlebih dahulu yang ada kita malah akan terjebak oleh kebuntuan. Ibarat kita diberi makanan, kita langsung memasukkan semuanya kedalam mulut dan langsung menelannya tanpa mencium aroma dan tanpa mencernanya terlebih dahulu, apa yang akan terjadi? Kita pasti akan tersedak. Seperti itulah inti dari pengertian sudut pandang yang logis. Membuka pemikiran untuk hal-hal yang baru terkadang malah membuat kita terjebak dalam pengkerdilan pemikiran kita sendiri, kenapa? karena kita tidak siap untuk menerima semua itu. Tapi itulah inti dari keberanian, karena sesuatu yang akan kita lakukan pasti mempunyai konsekuensi yang harus kita tanggung. Jadi yang harus kita lakukan adalah memulai untuk berpikir positif dan bertindak secara positif pula. Kita harus belajar untuk menanggapi sesuatu secara potitif, bukan malah mencurigainya. Jadi siapkan dirimu untuk bisa menerima pendapat orang lain, belajarlah untuk menjadi orang yang kalah agar bisa untuk menjadi pemenang sejati. Bukankah cara utama untuk menjadi pemenang adalah dengan menjadi orang yang kalah terlebih dahulu, agar kita bisa mempelajari sesuatu dari kekalahan itu. Bukankah guru sejati itu adalah pengalaman, bagaimana mungkin kita akan melangkah maju jika sebelumnya kita tidak pernah terjatuh dan kalah, bagaimana kita akan bisa memandang jika ternyata mata kita buta. Hanya satu hal yang akan membawa kita pada satu keberhasilan, yaitu kemauan untuk belajar. Belajar untuk membuka mata dan telinga serta belajar membesarkan hati untuk dapat menerima pendapat orang. Belajar untuk bisa menghargai perasaan orang lain, belajar untuk tidak menyela pembicaraan orang, belajar untuk mendengarkan orang lain. Gunung-gunung yang menjulang pun tidak sombong dengan ketinggiannya, pohon-pohon yang besar tidak pernah sombong dengan kerindangannya, dia panyungi manusia dari teriknya sang matahari. Jadi alampun telah mengajarkan kita untuk bisa membagi segala kemampuannya kepada mahluk lainnya. Kenapa kita masih sombong dengan kehebatan kita yang sama sekali tidak ada nilainya itu. Kenapa kita masih saja meninggikan ego kita yang ternyata hanya akan menjebak kita pada kebuntuan akal dan kebutaan hati. Kenapa kita harus menjerumuskan diri kita sendiri dalam kehancuran. Jadi mulai sekarang belajarlah untuk mulai saling membagi sesuatu dengan yang lainnya. Belajarlah untuk menerima dengan tulus dan belajarlah untuk memberi dengan ikhlas, agar kita bisa terus mengkoreksi diri sejauh mana kita telah berhasil melakukan sesuatu. Jika kita melakukan semua dengan tulus yakinlah bahwa perjalanan panjang kita selama ini tidak akan pernah terasa sia-sia dan tak berguna. Semakin banyak kita belajar maka semakin kaya pulalah diri kita.

Bogor,19 Mei 2006

Hendra